Powered By Blogger

Minggu, 02 Juni 2013

Lembar Opinion Sistem Pendidikan


Pendidikan di Indonesia Serta Kontribusi Saya terhadap Pendidikan Indonesia

Jika membahas tentang pendidikan di indonesia, ibaratkan benang kusut yang nggak pernah mau selesainya. Ada pepatah yang mengatakan, bahwa roda itu akan berputar, ada saatnya kita diatas, ada saatnya kita dibawah. Indonesia pernah mengecap pendidikan di atas yang artinya pendidikan di Indonesia pernah bagus, sehingga banyak orang malaysia yang belajar ke Indonesia. Dan sekarang, roda Indonesia sedang berada dibawah, dimana sekarang pendidikan di Indonesia sangat jauh tertinggal dibelakang negara-negara berkembang. Fakta membuktikan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Indonesia memiliki daya saing yang rendah dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia (ganis: 2012). Ini pantas buat jadi renungan kita. Mari kita flashback kebelakang, gimana pendidikan di Indonesia pada masa jaya itu. Ternyata dulu guru tersebut sangat dihargai, walau gaji guru itu kecil. Padahal dahulu kalanya, belum ada yang namanya media pembelajaran dan segala macam yang begitu canggih seperti sekarang. Guru-guru pada saat dahulu tersebut sangat berkualitas dan memiliki keteladanan yang bagus yang bisa memberi mindset kepada siswa-siswa yang bagus, dan mendidik mereka menjadi insan manusia yang bemoral. Namun di Indonesia sekarang justru krisis moral yang dihadapi Indonesia sangat complicated. Dari semua aspek dan segi kehidupan krisis moral.

Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya. Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri.
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta, guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel. Hal ini menurut saya sangat berpengaruh terhadap konsentrasi guru mengajar disekolah. Karena saya sendiri pernah merasakan menjadi guru honor dengan gaji Rp 10 ribu per jam, dan sangat menganggu konsentrasi saya untuk mengajar siswa, belum lagi untuk menyiapkan media atau segala macamnya untuk pembelajaran siswa, untuk ongkos saya menuju sekolah saja, saya harus mengajar les pada sore harinya dan bergadang tiap malam menjahit untuk menambah pendapatan yang honor dari les juga tidak seberapa. Besuknya disekolah, saya sudah awut-awutan. Saya lihat teman-teman sesama honor, mereka setelah mengajar disekolah, mereka berdagang makanan dipasar. Jadi mereka datang kesekolah hanya memenuhi kewajiban mangajar, dan melupakan untuk mendidik siswa, bagaimana mereka bisa memikirkan siswa-siswa mereka yang bermasalah dalam belajar mereka, untuk pemenuhan kebutuhan mereka saja sudah menghabiskan waktu dan tenaga seperti itu. Dan pada saat menerima gaji pertama saya meneteskan air mata, Ya Allah...kenapa justru setelah wisuda dan sudah mengajar, hidup saya malah jadi menyedihkan begini? Sewaktu kuliah saya bisa menghasilkan uang yang bisa membiayai kuliah saya. Dan sekarang, saya malah justru tidah bisa membiayai hidup dan kuliah saya. Saya sendiri sempat berfikir melihat teman saya SMA bekerja menjadi karyawan ramayana, gaji mereka UMR, sementara saya S1, gaji saya? Oh... saya ingat kata-kata dosen saya, “menjadi seorang guru, jangan pernah pikirkan uangnya, tapi pikirkan pengabdian dan tugas kita, jika kita ikhlas melaksanakannya, maka uang tersebut akan mengalir”. Tapi yang saya rasakan tidak seperti itu, saya telah berusaha melakukan yang terbaik disetiap detik saya, justru saya masih terjebak dalam masalah uang. Akhirnya saya memutuskan untuk berhenti.
Dalam kekosongan saya mengajarkan diri saya, membangkitkan semangat saya kembali. Dalam setiap berita yang saya baca, Indonesia semakin hari semakin buruk. Saya berifikir, masalah bagaimana membangkitkan indonesia dari keterpurukan adalah generasi muda, sebagai seorang lulusan guru yang ditugaskan untuk mendidik anak bangsa, saya yang seharusnya turun tangan kesekolah malah hanya santai-santai dirumah mengamati dan tidak melakukan apa-apa.
Menurut saya kualitas seorang guru sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa, hal ini saya rasakan sendiri, saya akan termotivasi belajar dan nilai-nilai mata peajaran saya bagus, jika gurunya saya merasa nyaman belajar dengan beliau. Dan saya survey beberapa kondisi juga seperti itu. Bagaimana cara siswa termotivasi dan belajar tuntas, tidak terlepas dari profesionalitas seorang guru. Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Saya sebagai seorang guru yang sudah lulus S1, saya merasa masih banyak kurang yang ada pada diri saya, maka saya ingin mengisi kekurangan dan meningkatkan keprofesionalitas saya sebagai seorang guru dengan mengikuti program PPGT SMK Kolaboratif ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar