Pendidikan
di Indonesia Serta Kontribusi Saya terhadap Pendidikan Indonesia
Jika membahas tentang
pendidikan di indonesia, ibaratkan benang kusut yang nggak pernah mau
selesainya. Ada pepatah yang mengatakan, bahwa roda itu akan berputar, ada
saatnya kita diatas, ada saatnya kita dibawah. Indonesia pernah mengecap
pendidikan di atas yang artinya pendidikan di Indonesia pernah bagus, sehingga
banyak orang malaysia yang belajar ke Indonesia. Dan sekarang, roda Indonesia
sedang berada dibawah, dimana sekarang pendidikan di Indonesia sangat jauh
tertinggal dibelakang negara-negara berkembang. Fakta membuktikan bahwa
kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di
Asia. Indonesia memiliki daya saing yang rendah dan masih menurut survai dari
lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia
(ganis: 2012). Ini pantas buat jadi renungan kita. Mari kita flashback kebelakang, gimana pendidikan
di Indonesia pada masa jaya itu. Ternyata dulu guru tersebut sangat dihargai, walau
gaji guru itu kecil. Padahal dahulu kalanya, belum ada yang namanya media
pembelajaran dan segala macam yang begitu canggih seperti sekarang. Guru-guru
pada saat dahulu tersebut sangat berkualitas dan memiliki keteladanan yang
bagus yang bisa memberi mindset
kepada siswa-siswa yang bagus, dan mendidik mereka menjadi insan manusia yang
bemoral. Namun di Indonesia sekarang justru krisis moral yang dihadapi Indonesia
sangat complicated. Dari semua aspek
dan segi kehidupan krisis moral.
Keadaan guru di
Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki
profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya. Bukan itu saja,
sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Kelayakan
mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri.
Rendahnya kesejahteraan
guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Idealnya
seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang,
pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta, guru bantu Rp, 460
ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan
pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan
sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari,
menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa
ponsel. Hal ini menurut saya sangat berpengaruh terhadap konsentrasi guru
mengajar disekolah. Karena saya sendiri pernah merasakan menjadi guru honor
dengan gaji Rp 10 ribu per jam, dan sangat menganggu konsentrasi saya untuk
mengajar siswa, belum lagi untuk menyiapkan media atau segala macamnya untuk
pembelajaran siswa, untuk ongkos saya menuju sekolah saja, saya harus mengajar
les pada sore harinya dan bergadang tiap malam menjahit untuk menambah pendapatan
yang honor dari les juga tidak seberapa. Besuknya disekolah, saya sudah
awut-awutan. Saya lihat teman-teman sesama honor, mereka setelah mengajar
disekolah, mereka berdagang makanan dipasar. Jadi mereka datang kesekolah hanya
memenuhi kewajiban mangajar, dan melupakan untuk mendidik siswa, bagaimana
mereka bisa memikirkan siswa-siswa mereka yang bermasalah dalam belajar mereka,
untuk pemenuhan kebutuhan mereka saja sudah menghabiskan waktu dan tenaga
seperti itu. Dan pada saat menerima gaji pertama saya meneteskan air mata, Ya
Allah...kenapa justru setelah wisuda dan sudah mengajar, hidup saya malah jadi
menyedihkan begini? Sewaktu kuliah saya bisa menghasilkan uang yang bisa
membiayai kuliah saya. Dan sekarang, saya malah justru tidah bisa membiayai
hidup dan kuliah saya. Saya sendiri sempat berfikir melihat teman saya SMA
bekerja menjadi karyawan ramayana, gaji mereka UMR, sementara saya S1, gaji
saya? Oh... saya ingat kata-kata dosen saya, “menjadi seorang guru, jangan
pernah pikirkan uangnya, tapi pikirkan pengabdian dan tugas kita, jika kita
ikhlas melaksanakannya, maka uang tersebut akan mengalir”. Tapi yang saya
rasakan tidak seperti itu, saya telah berusaha melakukan yang terbaik disetiap
detik saya, justru saya masih terjebak dalam masalah uang. Akhirnya saya
memutuskan untuk berhenti.
Dalam kekosongan saya
mengajarkan diri saya, membangkitkan semangat saya kembali. Dalam setiap berita
yang saya baca, Indonesia semakin hari semakin buruk. Saya berifikir, masalah
bagaimana membangkitkan indonesia dari keterpurukan adalah generasi muda,
sebagai seorang lulusan guru yang ditugaskan untuk mendidik anak bangsa, saya
yang seharusnya turun tangan kesekolah malah hanya santai-santai dirumah
mengamati dan tidak melakukan apa-apa.
Menurut saya kualitas seorang guru sangat berpengaruh
terhadap prestasi belajar siswa, hal ini saya rasakan sendiri, saya akan
termotivasi belajar dan nilai-nilai mata peajaran saya bagus, jika gurunya saya
merasa nyaman belajar dengan beliau. Dan saya survey beberapa kondisi juga
seperti itu. Bagaimana cara siswa termotivasi dan belajar tuntas, tidak
terlepas dari profesionalitas seorang guru. Walaupun guru dan pengajar bukan
satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran
merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas,
tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang
menjadi tanggung jawabnya. Saya sebagai seorang guru yang sudah lulus S1, saya
merasa masih banyak kurang yang ada pada diri saya, maka saya ingin mengisi
kekurangan dan meningkatkan keprofesionalitas saya sebagai seorang guru dengan
mengikuti program PPGT SMK Kolaboratif ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar